Selasa, 30 Maret 2010

Tarombo Toga Samosir

Horas....

Dison adong do hubaen tarombo ni Toga Samosir khususnya sian Rumah Sidari. Sian gambar on, boido ta bereng sian pomparan ni ise do hita. Seanggiat ma nian, Tarombo on berguna di hita saluhutna. Santabi parjolo, molo holan gambar ni tarombo toga samosir do na boi hu parade dison,alana kebetulan marga samosir do na mangurus blog on. mauliate ma di hamu saluhutna.
molo adong pe na sala di gambar ni tarombonta on,bah rap patureohon ma hita.Butima...


(by;rafael)
Selengkapnya...

Selayang pandang tentang Rumah Adat Batak Toba



Rumah Adat Batak Toba disebut Rumah Bolon, berbentuk empat persegi panjang dan kadang-kadang dihuni oleh 5 sampai 6 keluarga. Untuk memasuki rumah harus menaiki tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan jumlah anak tangga yang ganjil. Bila orang hendak masuk rumah Batak Toba harus menundukkan kepala agar tidak terbentur pada balok yang melintang, hal ini diartikan tamu harus menghormati si pemilik rumah.

Lantai rumah kadang-kadang sampai 1,75 meter di atas tanah, dan bagian bawah dipergunakan untuk kandang babyi, ayam, dan sebagainya. Dahulu pintu masuk mempunyai 2 macam daun pintu, yaitu daun pintu yang horizontal dan vertikal, tapi sekarang daun pintu yang horizontal tak dipakai lagi. Ruangan dalam rumah adat merupakan ruangan terbuka tanpa kamar-kamar, walaupun berdiam disitu lebih dari satu keluarga, tapi bukan berarti tidak ada pembagian ruangan, karena dalam rumah adat ini pembagian ruangan dibatasi oleh adat mereka yang kuat
Ruangan di belakang sudut sebelah kanan disebut jabu bong, yang ditempati oleh kepala rumah atau porjabu bong, dengan isteri dan anak-anak yang masih kecil. Ruangan ini dahulu dianggap paling keramat. Di sudut kiri berhadapan dengan Jabu bong disebut Jabu Soding diperuntukkan bagi anak perempuan yang telah menikah tapi belum mempunyai rumah sendiri. Di sudut kiri depan disebut Jabu Suhat, untuk anak laki-laki tertua yang sudah kimpoi dan di seberangnya disebut Tampar Piring diperuntukkan bagi tamu. Bila keluarga besar maka diadakan tempat di antara 2 ruang atau jabu yang berdempetan, sehingga ruangan bertambah 2 lagi dan ruangan ini disebut Jabu Tonga-ronga ni jabu rona.
Tiap keluarga mempunyai dapur sendiri yang terletak di belakang rumah, berupa bangunan tambahan. Di antara 2 deretan ruangan yakni di tengah-tengah rumah merupakan daerah netral yang disebut telaga dan berfungsi sebagai tempat bermusyawarah. Bangunan lain yang mirip dengan rumah adalah sopo yakni seperti rumah yang berasal dari lumbung tempat menyimpan, kemudian didiami. Perbedaannya dengan rumah adalah : Sopo berlantai dua, hanya mempunyai satu baris tiang-tiang depan dan ruangan bawah terbuka tanpa dinding berfungsi untuk musyawarah, menerima orang asing dan tempat bermain musik. Pada bagian depan rumah adat terdapat hiasan-hiasan dengan motif garis geografis dan spiral serta hiasan berupa susu wanita yang disebut adep-adep. Hiasan ini melambangkan sumber kesuburan kehidupan dan lambang kesatuan.
Rumah yang paling banyak hiasan-hiasannya disebut Gorga. Hiasan lainnya bermotif pakis disebut nipahu, dan rotan berduri disebut mardusi yang terletak di dinding atas pintu masuk. Pada sudut-sudut rumah terdapat hiasan Gajah dompak, bermotif muka binatang, mempunyai maksud sebagai penolak bala. Begitu pula hiasan bermotif binatang cicak, kepala singa yang dimaksudkan untuk menolak bahaya seperti guna-guna dari luar. Hiasan ini ada yang berupa ukiran kemudian diberi warna, ada pula yang berupa gambaran saja.
Rumah adat Batak Toba berdasarkan fungsinya dapat dibedakan ke dalam rumah yang digunakan untuk tempat tinggal keluarga disebut ruma, dan rumah yang digunakan sebagai tempat penyimpanan (lumbung) disebut Sopo. Bahan-bahan bangunan terdiri dari kayu dengan tiang-tiang yang besar dan kokoh. Dinding dari papan atau tepas, lantai juga dari papan sedangkan atap dari ijuk. Tipe khas rumah adat Batak Toba adalah bentuk atapnya yang melengkung dan pada ujung atap sebelah depan.(disari dari berbagai sumber)
Selengkapnya...

Senin, 29 Maret 2010

Arsik Ikan Mas

Masakan yang satu ini adalah menu wajib setiap rumah tangga orang Batak baik yang masih tinggal di kampung halaman maupun yang sudah merantau. Seorang wanita Batak baru diacungi jempol sebagai seorang jago masak jika masakan arsiknya sudah enak dan layak dihidangkan kepada para tamu. Umumnya untuk masakan arsik ini digunakan ikan mas. Dipilih ikan ini karena ikan mas tinggal di air jernih dan berenang maju dalam kelompok tanpa saling bertubrukan.

Filosofinya adalah mereka yang memakan ikan ini akan hidup dalam harmoni, ke hulu dan ke hilir, rukun sampai akhir umurnya. Untuk menu sehari-hari, boleh-boleh saja kita mengganti ikan mas ini dengan ikan air tawar lain seperti mujair, lele atau nila. Meskipun enak, dalam adat Batak tidak semua orang boleh disuguhi arsik. Kepada Tulang (paman dari pihak ibu), kita tidak boleh menghidangkan masakan ini karena ada masakan lain yang lebih pantas/ cocok. Penjelasan lebih mendalam mengenai hal ini memerlukan pemahaman akan budaya Batak (bisa didiskusikan di lain kesempatan). Citarasa arsik ini asin, asam/ kecut, bisa juga pedas (bergantung ada tidaknya tambahan cabe). Rasa yang khas disumbangkan oleh bumbu khas Sumatera yaitu andaliman dan bunga rias (kerap juga disebut kecombrang). Resep yang aku bagi kali ini bersumber dari olah tangan mertuaku yang menurut banyak orang lezat sekali.
Cara yang digunakan mertua adalah mendidihkan air berikut bumbu halus, baru ikan dimasukkan.
Ada cara lain yaitu dengan melumurkan bumbu ke badan dan rongga ikan, memasukkan ikan ke dalam air yang masih dingin lalu dididihkan sampai matang. Karena hampir setiap rumah menghidangkan makanan ini, tidak ada standar yang benar-benar baku mengenai resep arsik yang 'benar'.(by:Shirley Theresia)

Selengkapnya...

Tuak dalam adat Batak



Tuak yang ada hubungannya dengan adat adalah tuak tangkasan: tuak yang tidak bercampur dengan raru. Tuak aslinya manis. Tuak yang manis disebut tuak na tonggi dalam bahasa Batak Toba. Karena tuak itu berasal dari mayang bagot, maka perlu diketahui legenda keberadaan batang bagot.

Seorang tokoh adat yang tinggal di Balige memberitahukan legenda tersebut sebagai berikut:
Putri si boru Sorbajati dipaksa orang tuanya kawin dengan seorang laki-laki cacat yang tidak disukainya. Tetapi karena tekanan orang tua yang sudah menerima uang mahal, si boru Sorbajati meminta agar dibunyikan gendang di mana dia menari dan akan menentukan sikap. Sewaktu menari di rumah, tiba-tiba dia melompat ke halaman sehingga terbenam ke dalam tanah. Kemudian dia menjelma tumbuh sebagai
pohon bagot, sehingga tuak itu disebut aek (air) Sorbajati.
Karena perbuatan yang membunuh diri itu dianggap sebagai perbuatan terlarang, maka tuak tidak dimasukkan pada sajian untuk Dewata. Tuak hanya menjadi sajian untuk roh-roh nenek moyang, orang yang sudah meninggal dan sebagainya. Tuak termasuk sebagai minuman adat pada dua upacara adat resmi, yaitu:
(1) upacara manuan ompu-ompu
Ketika orang yang sudah bercucu meninggal, ditanam beberapa jenis tanaman di atas tambak. Tambak pada aslinya merupakan kuburan dari tanah yang terlapis, tetapi kuburan modern yang terbentuk dari semen pula disebut tambak. Menurut aturan adat, air dan tuak harus dituangkan pada tanaman di atas tambak. Tetapi sekarang ini biasanya yang dituangkan hanya air saja, atau paling-paling tuak yang mengandung alkohol.
(2) upacara manulangi.
Dalam upacara manulangi, para keturunan dari seseorang nenek memberikan makanan secara resmi kepada orang tua tersebut yang sudah bercucu, dimana turunannya meminta restu, nasehat dan pembagian harta, disaksikan oleh pengetuapengetua adat. Pada waktu memberikan makanan harus disajikan air minum serta tuak. Menurut informasi dari tokoh-tokoh adat dan observasi secara langsung, air minum dan tuak dua-duanya tetap disajikan kepada orang tua yang disulangi.
Selengkapnya...

Sekilas tentang tuak



Tuak merupakan minuman tradisional suku Batak, yang biasa diminum oleh masyarakat suku Batak dalam kehidupan sehari-hari. Tuak juga sering di pakai sebagai minuman dalam penyelenggaraan acara adat suku batak. tuak berasal Pohon enau atau aren (dinamai bagot dalam bahasa Batak Toba). setelah diproses, minuman ini dinamai tuak dalam masyarakat Batak Toba.

Saya akan coba menggambarkan bagaimana proses produksi tuak yang pernah saya perhatikan di Panei Tongah, Simalungun(kampung halaman saya). Orang yang berkerja untuk membuat tuak dipanggil penyadap tuak atau paragat (agat = semacam pisau yang dipakai waktu menyadap tuak). Setelah dipukul tandan berulang-ulang dengan alat dari kayu yang disebut balbal-balbal (dalam bahasa batak) selama beberapa minggu, baru dipotong mayangnya. Kemudian membungkus ujung tandan tersebut dengan obat (kapur sirih atau keladi yang ditumbuk) selama dua-tiga hari. Dengan prosedur ini barulah milai datang airnya dengan lancar. Seorang paragat menyadap tuak dua kali sehari, yaitu pagi dan sore. Tuak yang ditampung pagi hari dikumpulkan di rumah paragat. Setelah ujicoba rasanya, paragat memasukkan ke dalam bak tuak sejenis kulit kayu yang disebut raru supaya cocok rasanya dan alkoholnya. Raru inilah yang mengakibatkan peragian. Resep membuat tuak berbeda-beda sedikit demi sedikit tergantung para paragat. Resep masing-masing boleh dikatakan .rahasia perusahaan,. maka tidak tentu siapa pun bisa berhasil sebagai paragat. Paragat harus belajar dahulu cara kerjanya. Biasanya anak seorang paragat mengikuti orang tuanya untuk belajar rahasia.tersebut.
Selengkapnya...

Sekilas tentang lapo tuak???








Lapotuak adalah bahasa Batak, Lapo berarti kedai atau warung dan Tuak adalah suatu minuman khas batak yang terbuat dari Aren atau Nira yang difermentasi hingga menghasilkan minuman khas.

Tuak merupakan sadapan yang diambil dari pohon enau atau aren ( Arenga pinnata). Kalau dalam bahasa Indonesia, sadapan dari enau atau aren disebut nira. Nira tersebut manis rasanya, sedangkan ada dua jenis tuak sesuai dengan resepnya, yaitu yang manis dan yang pahit (mengandung alkohol).

Di daerah Tapanuli Utara, biasanya laki-laki yang menyelesaikan kerjanya berkumpul di kedai pada sore hari. Mereka berbincang-bincang, menyanyi, memain kartu, bercatur dan menonton televisi, sambil minum tuak. Pada umumnya seorang petani biasa minum tuak beberapa gelas sehari. Kalau laki-laki, baik yang muda maupun yang tua minum tuak di kedai, tetapi jarang terdapat perempuan yang minum tuak di kedai bersama laki-laki, kecuali pemilik kedai atau isterinya. Ada juga laki-laki yang membeli tuak di kedai dan membawa botol yang terisi tuak ke rumahnya atau ke rumah kawannya untuk minum tuak di situ.
Mereka bernyanyi dengan suara yang merdu. Uniknya selain gitar sebagai alat musik mereka juga memukul botol tuak sebagai tambahan suara musik lagu yang mereka nyanyikan. Di beberapa kota besar juga dapat kita lihat beberapa Lapotuak berdiri.
Di lapotuak selain menyanyi dan berbincang mereka juga mempererat silaturrahmi dan persahabatan. Tak jarang timbulnya perselisihan diantara anak muda selalu di selesaikan di lapotuak untuk minum2.
Yach semoga Lapotuak berfungsi kebaikan selamanya....

Selengkapnya...